Senin, 13 April 2015

Gara - gara rumput palsu

Matahari hampir tenggelam, suasana terasa sangat tenang, yang terdengar hanya kicauan satu dua ekor burung. Langit yang berwarna oranye, dengan sedikit sentuhan warna biru dan putih terlihat seperti lukisan, apalagi dibingkai dengan pemandangan pantai berpasir putih yang ombaknya berdebur lembut, pohon kelapa yang tinggi melambai-lambai daunnya karena tertiup angin. Memang saat yang paling menyenangkan untuk bersantai. Aku, Adikku Sherril, Sepupuku Eddi, dan Kakek, sedang duduk di samping Villa kakek. Disana memang tersedia tempat untuk bersantai. Pemandangannya menghadap langsung ke pantai. Tapi Villa ini terletak di perbukitan, ada tebing curam yang memisahkan jarak pantai dengan Villa kakek, jadi tidak perlu takut kebanjiran karena pasang surut air laut. Untung kakek ada tangga keren yang menuju ke pantai, tangganya memang sangat panjang tapi aman, kakek bilang tangga itu sudah lama ada disana sejak sebelum Villa dibangun, dan tangga itu sudah diperbaharui beberapa kali. Kami bersantai, sekalian beristirahat. Aku, Sherril, mama dan Papa baru sampai jam 9 pagi tadi. Perjalanan kesini dengan pesawat memakan waktu 6 jam, transit memakan waktu 3 jam, sedangkan perjalanan dari Bandara kesini, selama 2 jam.

“ Mungkin besok” jawab kakek singkat. 

Kakek memang punya kebun cokelat, jaraknya tidak terlalu jauh dari sini, hanya memakan waktu sekitar 30 menit. Ada seorang inspektur dan orang-orang upahan kakek disana, disana memang masih banyak perkebunan milik orang lain juga. Setiap tahun, Pak Inspektur akan mengirimkan cokelat. Tapi kakek bilang, tahun lalu Inspektur yang lama sudah pensiun dan digantikan oleh seorang Inspektur muda yang baru. Kakek pernah menerima 20 karung cokelat dulu . Kakek pandai mengolah Buah cokelat itu menjadi cokelat-cokelat yang lezat. Nenek, Mama dan Bibi juga bisa membuat kue cokelat.Kami berempat pun memperbincangkan hal-hal tidak penting yang membuat kami cekikikan. 

Malam tiba, kami sedang memanggang daging di halaman Villa, sambil memandangi bintang-bintang di langit di atas pantai. Bau khas daging bakar menambah semangat kami semua. Tidak terlalu ramai, hanya ada Kakek, nenek, Mama, papa, Paman dan Bibi ( Papa dan Mama Eddi), Aku, sherril dan Eddi. 9 orang. Kami bercanda sampai malam tiba, Liburan memang selalu menyenangkan.

             ..SKIP TIME..

Keesokkan paginya, kiriman cokelat benar-benar datang. Tapi yang di terima kakek hanya sebuah paket kecil berisi kaleng kecil. Sebuah perempatan muncul didahi kami semua. Kakek lalu membuka kalengnya, kami berebut melihat, tapi didalam sana hanya ada setengah kaleng buah cokelat. Kami saling menatap heran satu-sama lain. Kakek menggelengkan kepala tidak tau apa yang terjadi. Kakek lalu memutuskan untuk untuk pergi kesana, dia mengajak aku, Sherril dan Eddi. Dan kami segera berangkat tanpa menunggu lagi.Aku dan Sherril pernah kesana sekali, sedangkan Eddi bilang, ia sudah berkali-kali pergi kesana. Di sana sangat becek, kita tidak bisa kemana-mana kalau tidak menggunakan sepatu boot. Kalau mau ke perkebunan itu, kita harus melewati hutan yang lebat. Aku pernah melihat monyet-monyet berkeliaran di atas pohon mencari buah-buahan. Kakek bilang disini hidup berbagai jenis flora dan fauna, karena ini adalah hutan hujan. Kami melewati hutan dengan menaiki mobil jeep milik kakek, yang dikemudikan oleh pak Wisnu, supir kakek. Sherril sibuk bertanya pada kakek, apa kami bisa bertemu marsupilami disini. Kakek hanya tersenyum sambil bilang kalau marsupilami itu hanya ada di film, tapi mungkin kita bisa menemukannya kalau ada keajaiban. 

“ Perkebunannya sudah dekat..” kata pak Wisnu. Kami segera memakai sepatu Boot. Tapi sesampainya disana, alis kami bertaut satu sama lain.

“Bukankan 2 tahun yang lalu disini masih sangat becek Om ?” tanyaku pada pak Wisnu.

“Iya, betul, kenapa begini ? Apa rumput bisa tumbuh merata secepat ini diperkebunan seluas ini dalam setahun ?” Kata Pak Wisnu. 

Kami lalu memandangi sekeliling, rasanya sangat sepi disini, tidak seperti saat di hutan tadi. Kami memeriksa pohon-pohon, dan terlihat banyak bunga-bunga pohon cokelat semua pohon, tapi tidak kelihatan tanda-tanda kalau bunga itu akan menjelma jadi buah coklat. 

“Kenapa pohon coklatnya tidak berbuah Kek ? Apa kita tidak bisa makan cokelat lagi ?” tanya Sherril. 

“Kakek juga tidak tau sayang. Kakek pikir mungkin ini yang mempengaruhinya..” kata Kakek sambil memegang rerumputan, lalu mendudukinya. Kami juga ikut duduk.

“Aku merindukan babi-babi hutan yang biasanya berkeliaran disini, walaupun mereka membuat tempat ini becek, tapi babi-babi kecil terlihat sangat lucu. Mereka juga jinak.. heh.” Kata Eddi.

“Babi Hutan ?” tanyaku.

“Iya, disini memang biasanya banyak babi hutan..” kata Pak Wisnu sambil tersenyum

“Huuh... aku tidak suka Babi, aku senang karena sekarang tidak banyak nyamuk lagi. Dulu waktu kita ke sini, seluruh badanku gatal karena digigit serangga..” celetuk Sherril, kami berempat tertawa mengejek. 

Aku iseng mencabut rumput-rumput disekitar kakiku, tapi aku menemukan hal yang aneh.

“Ini bukan rumput asli, ini rumput sintetis.. Lihat !” kataku sambil menunjukkan rumputnya pada yang lain. 

Aku semakin bingung, ada apa sebenarnya. Pak Wisnu mencoba mengangkat rumput dibawah salah satu pohon, dan benar, rumput-rumput itu terangkat seperti karpet.

“Heeh... siapa yang iseng memasang rumput palsu disini ?” kata Kakek. 

Kami mengendikkan bahu. Aku beralih memperhatikan bunga di pohon cokelat. Aku memikirkan tentang semua yang dikatakan Eddie, Sherril, pak Wisnu dan kakek. Tentang Babi hutan, serangga , rumput sintetis, dan bunga pohon ini. Dan di dalam otakku semuanya itu menyambung menjadi penjelasan yang menurutku cukup masuk akal.

“Aku tahu..” kataku, keempat orang itu menatap kearahku. “Begini, aku pikir yang memasang rumput sintetis ini adalah pak inspektur.” Lanjutku.

“Kenapa ia melakukannya ?” kata kakek yang sepertinya jadi tertarik.

“Untuk menutupi ini..” jawabku sambil menginjak-injak tanah, bekas tempat pak Wisnu mencabut rumput sintetis tadi. 

“Mungkin, ia berpikir kalau disini diletakkan rumput sintetis, tidak akan ada lumpur lagi, maksudnya babi-babi tidak bisa membuat genangan lumpur lagi. Inspektur pikir, lumpur itu mengganggu. Aku ingat saat kesini dua tahun lalu, ada Inspektur yang pergi bersama kita. Aku pernah bertanya kenapa disini dibiarkan berlumpur ? kenapa jalanan disini tidak diberi semen atau semacamnya ?. tapi Ia Cuma menjawab: Semuanya harus saling bergantung satu-sama lain agar terbentuk sebuah ekosistem kebun nak. Yah, tapi aku tidak terlalu mengerti, jadi aku biarkan saja. Tapi sekarang aku mengerti.” Lanjutku panjang lebar.

“Lalu ?” Pak Wisnu, Eddi, dan kakek bertanya seakan tertarik dengan penjelasanku. 
Sedangkan Sherril menggaruk kepalanya yang tidak gatal, pertama kalau ia tidak mengerti. Dasar akan kecil.

“Begini, karena ada rumput sintetis ini, babi-babi hutan pergi menjauh, karena tidak bisa membuat genangan lumpur disini. Dan karena tidak ada genangan lumpur serangga-serangga tidak punya tempat untuk berkembang biak, karena biasanya serangga tinggal digenangan itu. Dan karena tidak ada serangga, tidak ada penyerbukan bunga. Di pelajaran kelas 6 SD kita pernah belajar tentang penyerbukan pada bunga. Benar kan Edd..?” tanyaku. Eddi hanya menggangguk.

“Nah, penyerbukan pada bunga dibantu oleh serangga. Tapi serangga sudah tidak ada lagi disini, dengan begitu, bunga-bunga hanya seperti ini saja. Tidak akan bisa menjadi buah. Dan kakek bilang Inspektur yang lama sudah diganti, dan yang datang adalah seorang Inspektur muda yang baru. Aku yakin kalau dia tidak tahu tentang hal ini. Dia pikir genangan lumpur ini mengganggu, tapi ternyata genangan lumpur itulah yang membantu pembentukan ekosistem kebun itu. Dia tidak tahu itu, makanya ia menutupinya menggunakan rumput sintetis ini.” Jelasku.

“Jadi, pohon-pohon cokelat kakek tidak berbuah hanya karena rumput sintetis ini ?” tanya kakek. Aku mengangguk mantap. 

“Yang harus kita lakukan sekarang, hanya menjelaskan ke Kantor pusat perkebunan, dan memperbaiki semuanya.” Kata Pak Wisnu sambil tersenyum.

“ Wah, Jodi, kamu memang cucu kakek yang hebat. Kakek bahkan selama ini tidak tahu tentang penyerbukan bunga cokelat” Kata kakek sambil mengacungkan jempol.

“Kami juga hebat, kakek..” Kata Eddi dan Sherril bersamaan. 

“Iya, semua cucu kakek Hebat..” kata Kakek sambil tertawa.  

“ Kalau begitu ayo, tunggu apa lagi ?” lanjut Kakek, lalu masuk ke mobil. 

Kami pergi ke Kantor pusat perkebunan dan bertemu Inspektur, kami menjelaskan semuanya. Untung mereka mau mengerti. Rumput sintetis sudah disingkirkan, walaupun butuh waktu selama beberapa minggu untuk membuat babi-babi hutan kembali ke kebun kakek, tapi aku yakin tahun depan, Kakek akan punya banyak cokelat lagi. Liburan terasa cepat sekali berlalu, kami harus kembali kerumah. Aku tidak sabar menunggu Liburan tahun selanjutnya. Tidak sabar untuk makan kue cokelat asli dari perkebunan kakek.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MEnubar